1. Pendidikan Strata 1
Menempuh minimal pendidikan gelar sarjana di bidang ilmu hukum, karena perkuliahannya yang mempelajari berbagai sistem hukum terkait kehidupan kemasyarakatan maupun kegiatan bisnis.
Anda juga akan belajar mengenai perundang-undangan termasuk di dalamnya hukum dasar (konstitusi, hukum perdata, hukum dagang, hukum tata negara, hukum pidana, hukum tata pidana) hingga hukum internasional dengan cakupan yang cukup luas.
Selain itu Anda akan banyak melakukan kajian terhadap berbagai kasus hukum baik secara yuridis maupun normatif.
Pendidikan Ilmu Hukum sendiri akan ditempuh dalam waktu 4 tahun.
2. Pendidikan Jaksa oleh Kejaksaan
Setelah lulus tes CPNS, terdapat pendidikan khusus yang harus ditempuh untu menjadi seorang jaksa yaitu lulus dari pendidikan jaksa yang diselenggarakan oleh Kejaksaan.
Bentuknya bukan sekolah, melainkan pendidikan dan pelatihan (diklat). Diklat Pembentukan Jaksa adalah Diklat yang dipersyaratkan bagi Pegawai Tata Usaha Kejaksaan yang terpilih dan memiliki kemampuan untuk diangkat dalam Jabatan Fungsional Jaksa.
Peserta Diklat sendiri adalah pegawai Kejaksaaan yang telah memenuhi persyaratan yang ditentukan dan ditunjuk oleh Jaksa Agung Muda Pembinaan berdasarkan data perorangan dengan memperhatikan kemampuan yang bersangkutan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan di Pusat Diklat Kejaksaan, Sentra Diklat atau tempat lain.
Syarat-syarat menjadi Jaksa sendiri tercantum pada pasal 9 ayat (1) jo ayat (2) UU Kejaksaan yaitu WNI, bertakwa kepada Tuhan YME, setia kepada Pancasila dan UUD 1945, sarjana hukum, berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela, pegawai negeri sipil, lulus pendidikan dan pelatihan pembentukan jaksa, dan berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun dan paling tinggi 35 (tiga puluh lima).
Berikut sejumlah tips menurut Kepala Bidang Penyelenggara pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan Manajemen Kepemimpinan Badan Diklat Kejaksaan RI, Yudi Kristiana mantan jaksa dilansir pada hukumonline.
1. Kemampuan Fisik dan Psikis
Jaksa adalah pejabat fungsional. Oleh karenanya, tahap pertama yang mesti dilewati setiap calon jaksa adalah lolos dalam tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Tahapan tesnya sendiri sama seperti penyelenggaraan CPNS di institusi atau kementerian lainnya, yakni mulai dari tes pengetahuan umum dan hukum, pemeriksaan kesehatan, hingga terakhir tahap wawancara.
Dikatakan Yudi, jaksa selain sebagai intelektual di bidang hukum. Seorang jaksa juga dituntut punya performa yang bagus terutama dalam menangani setiap perkara. Makanya, setiap calon jaksa mesti mempersiapkan diri minimal untuk lolos dalam pemeriksaan kesehatan. “Kalau kebugaran ya persiapkan diri untuk tes itu. Lari, sit up dan push up,” katanya.
Namun, setiap jaksa dituntut untuk selalu menjaga kebugaran terlepas dia sudah lolos dalam tes CPNS. Sebab, setiap jaksa sehari-hari menjalani rutinitas yang memperlukan kekuatan fisik yang luar biasa. Bahkan tak cuma fisik, setiap jaksa mesti juga punya ketahanan psikis yang baik ketika perkara yang dia tangani cukup menguras pikiran, tenaga, maupun batin.
“Jaksa itu sebagai seorang intelektual di bidang hukum. Tapi dia performanya juga harus bagus. Kalau tidak, bagaimana dia akan bertarung di persidangan misalnya dari pagi sampai malam. Bagaimana dia harus berdebat dengan advokat, kalau tidak bugar gimana?” imbuh eks Jaksa KPK itu.
2. Kuasai Semua Aspek Hukum dan Update Isu Hukum Aktual
Ini hal mutlak yang mesti dimiliki. Setidaknya ada dua agenda yang mutlak membutuhkan pemahaman hukum. Pertama, untuk kepentingan rekrutmen saat CPNS. Dikatakan Yudi, tahap terkahir dalam CPNS adalah wawancara dengan para Jaksa Agung Muda (JAM). Umumnya, setiap JAM akan bertanya seputar aspek hukum tertentu dan juga meminta pandangan setiap calon jaksa terkait institusi Kejaksaan.
Kadangkala, kata Yudi, seorang JAM bisa jadi tertarik dengan isu hukum aktual yang belakangan menarik perhatian publik. Sehingga, calon jaksa tak cuma mesti memahami aspek-aspek hukum. melainkan juga mesti mengikuti perkembangan dan dinamika hukum di tanah air atau bahkan dunia internasional.
“Pas wawancara kuasai persoalan hukum pada umumnya. Jaksa Agung Muda (JAM) biasanya saat itu ada momen menarik soal peristiwa hukum tertentu, bisa saja tertarik kepada hal itu dan ditanyakan seperti seandainya anda jaksa akan seperti apa. Hukum itu bidang kajian yang sangat luas. Kalau menguasai persoalan hukum secara umum sudah pasti lolos,” jelasnya.
Kedua, untuk kepentingan menjalankan profesi jaksa sehari-hari. UU Nomor 16 Tahun 2004 memberi wewenang yang cukup luas kepada jaksa. Dalam prakteik, jaksa memang condong dikenal sebagai penuntut umum di persidangan. Padahal, jaksa juga diberi wewenang dalam bidang perdata dan tata usaha negara (Datun) serta bidang ketertiban dan ketentraman umum.
3. KEPO dan Proaktif
Setiap calon jaksa yang telah diangkat sebagai PNS/ASN, biasanya akan menjalani masa tunggu sekira dua tahun sebelum diusulkan mengikuti PPPJ. Selama dua tahun itu, calon jaksa bekerja sebagai pegawai tata usaha (TU) dan belajar bagaimana praktik seorang jaksa sesungguhnya. Yudi mengatakan, bahwa setiap calon jaksa sebaiknya proaktif dan punya rasa ingin tahu yang tinggi selama masa tunggu itu.
“Dia yang proaktif akan banyak belajar bagaimana nanti menjadi jaksa. Baik teknis bidang intelijen, perdata dan tata usaha negara, pidana umum dan khusus. Itukan latihan, asistensi seorang jaksa. Dia akan punya pengalaman ketika ada saatnya panggilan PPPJ,” kata Yudi.
4. Disiplin dan Jago Mengatur Waktu
Boleh dibilang pendidikan bagi seorang jaksa hampir mirip dengan pendidikan untuk TNI dan Polri. Sebagai gambaran, selama enam bulan menjalani PPPJ, setiap calon jaksa dididik dan dibentuk karakternya. Calon jaksa tak cuma diberi perkuliahan terkait dengan profesi. Akan tetapi juga diberi porsi latihan fisik, baris-berbaris setiap harinya mulai pagi hingga terkadang malam hari.
“Setiap hari kegiatan fisik, baris berbaris, senam, itu selalu. Itu memang pendidikannya disiplin. Ada apel pagi dan apel malam serta senam pagi,” kata Alumni FH Universitas Sebelas Maret Solo itu.
Di ujung penyelenggaraan PPPJ, setiap calon jaksa juga diminta membuat karya ilmiah sebagai salah satu syarat kelulusan dalam diklat. Selain itu, calon jaksa juga dituntut untuk memenuhi standar nilai yang ditentukan dalam setiap mata pelajaran dengan bobot jam pelajaran (JP) yang berbeda-beda. Selain itu, dalam PPPJ diberi kesempatan dalam ekstrakurikuler tambahan seperti menembak, menyelam, dan terjun payung. Yudi menyarankan kepada setiap calon jaksa untuk memanfaatkan waktu yang ada.
“Waktunya terjaga ketat, anda maksimalkan waktu yang anda punya itu. Asal tertib mesti lulus,” sarannya.
5. Mengenal Kultur dan Behavior Seorang Jaksa
Tidak semua sarjana hukum bisa menjadi jaksa. Itulah kalimat yang dilontarkan Yudi saat menggambarkan bahwa profesi ini begitu menuntut keahlian tertentu yang mesti dimiliki. Yudi menekankan bahwa sebetulnya inti dari penyelenggaraan PPPJ adalah pada aspek ‘pembentukan’ seorang calon jaksa.